Tuesday, 26 May 2020

Makalah Munasabah Al-Qur'an (Ulumul Qur'an)


MUNASABAH AL-QUR’AN
.
.
.
KATA PENGANTAR
            Syukur Alhamdulillah senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah Subahanahu wa ta’ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah ulumul Qur’an, dengan judul ”Munasabah Al-Qur’an”.
Terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini serta sumber-sumber yang diambil sebagai referensi. Makalah ini membahas mengenai ilmu munasabah Al-Qur’an yang meliputi pengertian, macam-macam, dan kegunaannya yang dikutip dari berbagai sumber terpercaya, seperti buku, jurnal, maupun tesis, dengan harap pembaca bisa lebih percaya dan yakin dengan penjabaran yang telah dipaparkan.
            Dengan segala hormat, sebagaimana manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, disadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan didalamnya. Oleh karenanya, sangat diharapakan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan pada tugas-tugas selanjutnya. Terakhir, mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan baik kalimat maupun kata yang kurang berkenan.
            Demikian, semoga ada manfaat yang dapat diambil dari makalah ini.


Semarang, 23 Oktober 2019


            Penyusun



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
A.    Latar belakang 4
B.     Rumusan Masalah 4
C.     Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN 5
A.    Pengertian munasabah Al-Qur’an. 5
B.     Macam-macam munasabah Al-Qur’an 5
C.     Kegunaan mempelajarai munasabah Al-Qur’an 10
BAB III PENUTUP 12
D.    Kesimpulan. 12
E.     Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab pedoman umat Islam yang berisi petunjuk dan tuntunan komperhensif untuk mengatur kehidupan di dunia maupun diakhirat. Al-Qur’an merupakan kalam (firman) Allah, yang sekaligus merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa Arab, yang sampai kepada  manusia dengan cara al-tawatur (langsung dari Nabi Muhammad SAW kepada orang banyak), yang kemudian termaktub dalam bentuk mushaf, dimulai dari surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat Al-Nas”.[1]
Cara memahami dan memaknai isi kandungan al-Qur’an berbeda dengan  teks atau bacaan yang lain. Oleh karenanya dibutuhkan ilmu Ulum al-Qur’an. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah keterkaitan antar bagian yang ada di dalam al-Qur’an yang disebut dengan ilmu munasabah. Awal mula munculnya munasabah adalah pada awal abad ke-4H, yaitu yang diperkenalkan oleh Abu Bakr al-Nisaburi berupa pengungkapan keserasian antar ayat yang satu dengan ayat yang lain atau satu surah dengan surah yang lain berdasarkan urutan mushaf.
Fokus ilmu munasabah mengaitkan aspek korelasi atau hubungan antar ayat dan surat menurut urutan teks. Maka dari itu, para mufassir sangat menganggap penting ilmu ini, bahkan melebihi ilmu asbab an-nuzul. Seorang muslim tidak dapat menghindarkan diri dari keterkaitannya dengan Al-Qur’an. Karena tanpa memahaminya seorang muslim tidak akan dapat mengetahui petunjuk yang telah dipaparkan didalam Al-Qur’an.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan munasabah Al-Qur’an?
2.    Apa saja macam-macam munasabah Al-Qur’an?
3.    Apa saja kegunaan mempelajari munasabah Al-Qur’an?

C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi dari munasabah Al-Qur’an.
2.      Untuk mengetahui macam-macam munasabah Al-Qur’an.
3.      Untuk mengetahui kegunaan mempelajari munasabah Al-Qur’an.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Munasabah Al-Qur’an
            Secara harfiah, kata munasabah (مناسبه)  berarti perhubungan, pertalian, pertautan, persesuaian, kecocokan, dan kepantasan. Kata al-munasabah, adalah sinonim (muradif) dengan kata al-muqarabah (المقاربة) dan al-musyakalah (المثاكالة), yang masing-masing berarti berdekatan dan persamaan.[2]
Secara terminologi, para ulama telah membuat definisi yang beragam terkait dengan ilmu munasabah ini. Imam Zarkasyi memaknai munasabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafadz umum dan lafadz khusus atau hubungan antar ayat yang terkait sebab akibat, ‘Illat dan ma’lul, kemiripan ayat pertentangan (ta’arudh) dan sebagainya.[3]
Sedangkan menurut Manna’ al-Qaththan dalam Mabahis fi Ulum al-Qur’an, yang dimaksud dengan munasabah dalam pembahasan ini adalah segi-segi hubungan antara satu kata dengan kata yang lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat yang lain, atau antara satu surat dengan surat yang lain.[4] Selanjutnya Quraish Shihab menyatakan (menggaris bawahi As-Suyuthi) bahwa munasabah adalah adanya keserupaan dan kedekatan di antara berbagai ayat, surat, dan kalimat yang mengakibatkan adanya  hubungan.[5]
B.     Macam-Macam Munasabah Al-Qur’an
1.    Munasabah antara suatu surat dengan surat yang lainnya
Pada bagian ini ada beberapa macam munasabah, yaitu:

a.    Munasabah antar surat (al-Munasabah  baina al-Suwar)
Untuk tipe ini, Nashr Hamid, telah membagi sedikitnya menjadi empat bagian;
1)   Hubungan stalistika-kebahasaan.
Hubungan stalistika dalam segi ini yang dimaskudkan ialah segi kandungan yang terdapat dari suatu ayat dalam suatu surat dengan suatu ayat pada surah sesudahnya. Sebagai contoh adalah hubungan khusus antara surah Al-Fatihah dengan surah berikutnya yaitu surah al-Baqarah. Hubungan stilistika-kebahasaan ini tercermin dalam surah Al-Fatihah ayat 6;
$tRÏ÷d$# xÞºuŽÅ_Ç9$# tLìÉ)tGó¡ßJø9$# ÇÏÈ
Artinya: “Tunjukilah Kami jalan yang lurus”.
Yang kemudian do’a itu mendapat jawaban dalam surah Al-Baqarah ayat 2;
$y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`ŠÉ)­FßJù=Ïj9 ÇËÈ  
Artinya: “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”.
Atas dasar ini dapat disimpulkan bahwa teks tersebut berkesinambungan: “ seolah-olah ketika mereka memohon hidayah (petunjuk) ke jalan yang lurus maka dikatakanlah kepada mereka; petunjuk jalan lurus yang engkau minta itu adalah al-Kitab”.

2)   Hubungan (munasabah) antara “dalil” dengan “keraguan akan dalil” (Syubhat al-dalil) atau disebut dengan hubungan ta’wil.
Takwil adalah pengembalian sesuatu pada maksud sebenarnya, yaitu menjelaskan apa yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an berkenaan dengan ayat-ayat yang mutasyabihat (samar dan perlu penjelasan).  Sebagai contoh hubungan antara surah al-Baqarah dengan surah Ali ‘Imran. Maksudnya, surah al-Baqarah “merupakan surah yang mengajukan dalil mengenai hukum”, karena surah ini memuat kaidah-kaidah agama, sementara surah Ali ‘Imran “sebagai jawaban atas keragu-raguan para musuh”. Contoh Haji diwajibkan dalam Surat Ali ‘Imran, sementara dalam Surat al- Baqarah disebutkan bahwa haji disyari’atkan dan diperintahkan penyempurnannya setelah dikerjakan. Oleh karena itu, nama ka’bah, shafa, dan marwah disebutkan.[6]

3)   Hubungan (munasabah)  ritmik yang didasarkan pada ritme fashilah.
 Sebagai contoh hubungan antara surah  al-Masad (al-Lahab) dengan al-Ikhlas adalah hubungan ritmik yang didasarkan ritme fashilah terakhir pada surah al-Masad yang seirama dengan fashilah-fashilah pada surah al-Ikhlas (huruf dal). Barangkali yang menguatkan hubungan ini adalah bahwa fashilah terakhir dari surah al-Masad berbeda dengan fasilah-fasilah pada surah yang sama, yaitu fashilah terakhir berupa dal, sementara fashilah-fashilah sebelumnya berupa ba’ semua. Jika fashilah-fashilah Surah al-Ikhlas semuanya berupa huruf dal, maka hal ini menciptakan kaitan ritmik antara kedua surat tersebut.[7]

4)   Hubungan (munasabah) antar surat pendek
Hubungan (munasabah) antar surat pendek adalah hubungan kekontrasan (al-taqabal), yaitu tipe yang dapat ditemukan antara Surat Al-Ma’un dan Surat al-Kautsar di satu sisi, dan antara surat Al-Dhuha dan al-Syarh di sisi lain. Dalam surah al-Ma’un, terdapat empat sifat yang dikontraskan dengan empat sifat yang berlawanan dalam surat al-Kautsar.
|M÷ƒuäur& Ï%©!$# Ü>Éjs3ムÉúïÏe$!$$Î/ ÇÊÈ   šÏ9ºxsù Ï%©!$# íßtƒ zOŠÏKuŠø9$# ÇËÈ   Ÿwur Ùçts 4n?tã ÏQ$yèsÛ ÈûüÅ3ó¡ÏJø9$# ÇÌÈ   ×@÷ƒuqsù šú,Íj#|ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ   tûïÏ%©!$# öNèd `tã öNÍkÍEŸx|¹ tbqèd$y ÇÎÈ   tûïÏ%©!$# öNèd šcrâä!#tãƒ ÇÏÈ   tbqãèuZôJtƒur tbqãã$yJø9$# ÇÐÈ  
Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna”.
!$¯RÎ) š»oYøsÜôãr& trOöqs3ø9$# ÇÊÈ   Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ   žcÎ) št¥ÏR$x© uqèd çŽtIö/F{$# ÇÌÈ  
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)”.
“Karena dalam surat yang pertama (al-Ma’un) Allah menyifati orang yang mendustakan agama dengan empat perkara: kikir, meninggalkan sholat, berlaku riya’, dan menghindari zakat. Sedangkan pada surah berikutnya Allah menyebutkan sebagian lawan dari kikir: Sesungguhnya, kami telah memberimu nikmat yang amat banyak. Sebagai kontras meninggalkan sholat adalah maka sholatlah, maksudnya senantiasa melakukan sholat. Sebagai kontras dari bersikap riya’ adalah untuk Tuhanmu, maksudnya untuk keridhoan-Nya, bukan untuk manusia. Dan sebagai kontras dari sifat menghindari zakat adalah dan berkorbanlah, maksudnya bersedekahlah dengan daging korban.[8]


b.      Munasabah antar Ayat (al-Munasabah baina al-Ayat)
Munasabah antar ayat yang ada di dalam al-Qur’an dapat dibedakan menjadi 4,
1.      Munasabah antar ayat yang saling berurutan dalam satu surat
Contoh surah Al-Ma’un ayat ke-4 yang tidak dapat dipahami tanpa melibatkan ayat ke-5.[9]
×@÷ƒuqsù šú,Íj#|ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ   tûïÏ%©!$# öNèd `tã öNÍkÍEŸx|¹ tbqèd$y ÇÎÈ  
Artinya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,”

2.      Munasabah antar ayat awal dengan ayat akhir dalam satu surat,
Contohnya Surat al-Mu’minun yang dimulai dengan,
ôs% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ  
Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.”
Kemudian dibagian akhir surah ini ditemukan kalimat:

4……. ¼çm¯RÎ) Ÿw ßxÎ=øÿムtbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÊÊÐÈ  
Artinya: “. . . Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung”.
Hubungannya, dalam kedua ayat tersebut memiliki makna yang sama, namun dalam penyampaiannya menggunakan narasi yang beda, yang awal positif, yang terakhir negatif.

3.      Munasabah antara akhir ayat surah dengan awal ayat surah berikutnya.
Misalnya akhir surah al-Waqi’ah / 56 ayat 96,
ôxÎm7|¡sù ËLôœ$$Î/ y7În/u ËLìÏàyèø9$# ÇÒÏÈ  
Artinya: “Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.”
Lalu surah berikutnya, yakni surah al-Hadid / 57 ayat 1:
yx¬7y ¬! $tB Îû ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( uqèdur âƒÍyèø9$# ãLìÅ3ptø:$# ÇÊÈ  
Artinya: “Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat ini memiliki munasabah dengan akhir ayat sebelumnya yang memerintahkan kepada manusia agar bertasbih.[10]

4.      Munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surah
Munasabah dalam bentuk ini dapat dilihat dalam surat-surat pendek. Misalnya surah Al-Ikhlas
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ   ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ   öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ôs9qムÇÌÈ   öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ  
Artinya: “Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Masing-masing ayat dalam surah tersebut saling menguatkan tema pokoknya, yaitu tentang keesaan Allah.[11]


C.    Kegunaan Munasabah Al-Qur’an
Kegunaan munasabah adalah sebagai ilmu pendukung atau penopang dalam menafsirkan ayat-ayat al-qur’an, bahkan tidak jarang dengan pendekatan ilmu munasabah penafsiran akan semakin jelas, mudah serta indah. Karenanya ilmu munasabah cukup memiliki peranan dalam meningkatkan kualitas penafsiran ayat-ayat al-Qur’an. Selain itu ilmu munasabah memiliki empat kegunaan utama yaitu:
1.      Untuk menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan urutan ayat-ayat dan surah-surah dalam al-Qur’an. Dengan memahami munasabah makna tersirat dari urutan ayat dan surah dalam al-Qur’an dapat dipahami lebih dalam mengingat munasabah membahas keterkaita ayat dan surah.
2.      Untuk menjadikan bagian-bagian al-Qur’an saling berhubungan sehimgga tampak menjadi satu rangkaian yang utuh. Munasabah menjadikan bagian demi bagian pembicaraan menjadi tersusun demikaian rupa seperti bangunan yang kokoh dan serasi antara bagian-bagiannya.
3.      Ada ayat baru yang dapat dipahami apabila melihat ayat berikutnya. Contohnya surah Al-Baqarah ayat kedua dan ketiga yang mana pada ayat kedua disebutkan tentang orang yang bertaqwa. Kemudia pada ayat ketiga dijelaskan bahwa orang yang bertaqwa adalah orang yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan sholat, dan menginfakkan sebagian rezekinya.
4.      Untuk menjawab kritikan orang luar terhadap sistematika Al-Qur’an. Sistematika susunan ayat dan surat dalam al-Qur’an terkesan tidak sistematis, namun dengan ilmu munasabah maka dapat dibuktikan keterkaitan dan sistematika yang serasi.[12]


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Munasabah adalah ilmu yang mengaitkan pada bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafadz umum dan lafadz khusus atau hubungan antar ayat yang terkait sebab akibat, ‘Illat dan ma’lul, kemiripan ayat pertentangan (ta’arudh) dan sebagainya. munasabah dalam pembahasan ini adalah segi-segi hubungan antara satu kata dengan kata yang lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat yang lain, atau antara satu surat dengan surat yang lain.
Munasabah dibagi menjadi 2, yaitu munasabah antar surat dan munasabah antar ayat. Munasabah antar surat dibagi menjadi empat, yaitu hubungan stalistika-kebahasaan, hubungan takwil, hubungan ritmik, dan hubungan antar surat pendek. Begitupun munasabah antar ayat, pada jenis ini munasabah juga dibagi menjadi empat, yaitu munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surah, munasabah antar ayat awal dengan ayat akhir dalam satu surat, munasabah antar ayat yang saling berurutan dalam satu surat, dan munasabah antara akhir ayat surah dengan awal ayat surah berikutnya.
Kegunaan munasabah adalah sebagai ilmu pendukung atau penopang dalam menafsirkan ayat-ayat al-qur’an, yaitu untuk menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan urutan ayat-ayat dan surah-surah dalam al-Qur’an, menjadikan bagian-bagian al-Qur’an saling berhubungan sehimgga tampak menjadi satu rangkaian yang utuh, serta untuk menjawab kritikan orang luar terhadap sistematika Al-Qur’an.

B.  Saran
Al-Qur’an merupakan pedoman hidup seluruh ummat manusia di bumi. Dimana dalam memahaminya tentu membutuhkan peran penting dari lmu munasabah, yaitu sebagai ilmu pendukung atau penopang dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Tanpa pedoman Al-Qur’an hidup manusia akan berantakan, bahkan selalu menjurus pada kemaksiatan. Oleh karenanya pahamilah Al-Qur’an agar selamat baik dunia maupun akhirat.




DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Abu. 2009. Ulumul Qur’an: Sebuah Pengantar. Pekanbaru: Amzah.
Baidan, Nashruddin. 2008. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Semarang: Nasail Media Group.
Shihab, Quraisy. 1996. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Suma, Muhammad Amin. 2013. Ulumul Qur’an. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Zaid, Nashr Hamid Abu. 1998. Mafhum al-Nash Dirasat fi ‘Ulum al-Qur’an, Beirut: al-Mrkaz al-Tsaqafiy al-‘Arabi.
Zarkasyi, Badr Al-Din. 1998. Al Burhan fi Ulum Al-Quran. Beirut: al-Markaz al-Tsakafiy al-‘Arabi.





[1] Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an. (Jakarta: Dinamika Berkah Utama, 1985), hlm. 8.
[2] Jalaludin As-sayuthi, Al-Itqan fi-Umumil Qur’an. J.2, (t.t), hlm. 35.
[3] Badr Al-Din Al Zarkasyi, Al Burhan fi Ulum Al-Quran, (Beirut: al-Markaz al-Tsakafiy al-‘Arabi, 1998), hlm. 159.
[4] Ibid.
[5] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, cet. IV, 1996), hlm. 319
[6] Nashr Hamid Abu Zaid, Mafhum al-Nash Dirasat fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut: al-Markaz al-Tsaqafiy al-‘Arabi, 1998), hlm. 163.

[7] Nashr Hamid Abu Zaid, op.cit. hlm. 164
[8] Nashr Hamid Abu Zaid, Mafhum al-Nash Dirasat fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut: al-Mrkaz al-Tsaqafiy al-‘Arabi, 1998), hlm. 167.
[9] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 240.
[10] Abu Anwar, Ulumul Qur’an; Sebuah Pengantar, (Pekanbaru: Penerbit Amzah, 2009), hlm. 68.
[11] Abu Anwar, Ulumul Qur’an; Sebuah Pengantar, (Pekanbaru: Penerbit Amzah, 2009), hlm. 73.
[12] Abu Anwar, Ulumul Qur’an: Sebuah pengantar,(Pekanbaru: Amzah, 2002), hlm. 76.

No comments:

Post a Comment

MASA KELAHIRAN DAN SILSILAH KELUARGA NABI MUHAMMAD SAW

MASA KELAHIRAN DAN SILSILAH KELUARGA NABI MUHAMMAD SAW . . . KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan keh...